MENINGKATKAN HASIL USAHA AGROINDUSTRI TANPA MENAMBAH LUASAN MELALUI TUMPANG SARI VANILI DAN BUDIDAYA IKAN
Tanaman vanili (Vanilla planifolia Andrews) adalah tanaman tahan naungan yang dapat ditanam di bawah kanopi pohon. Vanilla kering polong adalah komoditas ekspor, dan Indonesia adalah eksportir utama bersama dengan Madagaskar.
Vanili sangat prospektif dikembangkan. Fakta membuktikan, vanili Indonesia kualitasnya tertinggi di dunia. Vanili pun tidak membutuhkan lahan luas. Lantaran harganya melambung, maka panen minimal pun sudah memadai. Ini berkaitan dengan luas lahan yang dibutuhkan. Cukup dengan luasan seperempat hektar, pekebun sudah dapat menanam 1.000 tanaman dan menghasilkan sekitar 600—1.000 kg buah dengan harga Vanili basah pada 2020 yaitu kisaran 400.000 – 500.000 per kilo. Hal yang penting bagi budidaya vanili adalah lahan memenuhi kriteria layak tumbuh.
budidaya vanili di lantai hutan di bawah kanopi hutan pohon pinus adalah sebagai menguntungkan sebagai tumpangsari dengan tanaman komersial di antara pohon muda. Untuk para petani yang memilikisedikit sawah, budidaya vanili efektif cara untuk meningkatkan tingkat pendapatan mereka.
Tumpang sari merupakan praktik umum di Indonesia. Program Pengelolaan Hutan merekomendasikan untuk menanam vanili pada pohon yang berkanopi, baik di daerah datar dan terjal. Profitabilitas tumpangsari dengan vanili ini lebih tinggi dibandingkan dengan tumpang sari dengan tanaman komersial atau pisang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budidaya vanili efektif untuk meningkatkan tingkat pendapatan bagi pembudidaya yang memiliki sedikit lahan.
menumpangsarikan vanili pada tanaman jati merupakan hal yang menarik untuk dikembangkan terutama untuk meningkatkan pendapatan. 1 – 2 tahun pohon jati akan membentuk naungan yang kemudian dapat dilekatkan tanaman vanili paa batang pokoknya, dengan demikian pohon jati menjadi tajar hidup bagi vanili. Sebagai tanaman semiparasit, vanili tidak begitu mengganggu atau menyedot nutrisi dari tanaman inang lantaran mempunyai akar dan daun sendiri, sehingga dalam satu luasan lahan dapat diperoleh 2 panen berbeda yang ujung-ujungnya akan menambah pemasukan bagi pembudidaya. Dimana pohon jati dapat dipanen saat usia 8 – 9 tahun dan vanili dapat dipanen setelah tanaman berumur kurang lebih 2 hingga 3 tahun setelah masa tanam dan setelah itu, panen dapat dilakukan selama setahun sekali dengan waktu panen 2 hingga 3 bulan penuh.
Tanaman vanili dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropis diantara garis 20°LU dan 20°LS pada ketinggian 800-1.200mdpl. Curah hujan yang idela untuk jenis tanaman merambat ini adalah 1.500-3.000mm/tahun dengan suhu antara 20-38°C. Menanam vanili sebaiknya pada tanah yang datar, tidak tergenang air, dan tidak becek. Jenis tanah yang cocok untuk ditanami vanili adalah tanah yang berstektur lempung, berhumus dan berpasir dengan tingkat keasaman netral hingga agak masam. Vanili juga dapat ditanam tumpang sari dengan kopi atau kelapa, seperti yang terjadi di bali.
Menurut ahli dan praktikus vanili dari Bogor, Prof Mesak Tombe, vanili memang butuh rambatan untuk berkembang. Ia menyarankan penggunaan pohon untuk rambatan karena menyediakan naungan. Penggunaan tajar mati seperti beton cor atau kayu yang ditancapkan ke tanah malah menambah biaya tetapi tidak menyediakan teduhan. Oleh karena itu disarankan menggunakan tajar hidup.
Tumpangsari sangat efektif pada budidaya vanili. Terlebih bila kebun cukup rimbun dengan naungan. Memanfaatkan lahan tanaman produksi yang mempunyai sifat yang hampir sama dan tanaman tidak saling mengganggu atau kontradiktif sangat efektif untuk vanili. Selain itu juga dapat menghemat pembukaan lahan baru untuk monokultur vanili.
Adapun untuk lebih mengefektifkan waktu untuk lebih meningkatkan produktifitas lahan adalah dengan melakukan budidaya ikan, yang selain ikannya kelak bermanfaat untuk meningkatkan pendapatan dan air buangan kolamnya pun dapat bermanfaat untuk menyirami tanaman jati dan vanili, yaitu memenuhi kebutuhan air dan sekaigus nutrisi bagi tanaman-tanaman budidaya tersebut.
Tinggalkan Balasan